Senin, 29 April 2013

IDENTITAS NASIONAL INDONESIA



Identitas nasional Indonesia merupakan ciri-ciri yang dapat membedakan negara Indonesia dengan negara lain. Identitas nasional Indonesia dibuat dan disepakati oleh para pendiri negara Indonesia. Identitas nasional Indonesia tercantum dalam konstitusi Indonesia yaitu Undang-Undang Dasar 1945 dalam pasal 35-36C. Identitas nasional yang menunjukkan jati diri Indonesia diantaranya adalah sebagai berikut:
  1. Bahasa Nasional atau Bahasa Persatuan yaitu Bahasa Indonesia
  2. Bendera negara yaitu Sang Merah Putih
  3. Lagu Kebangsaan yaitu Indonesia Raya
  4.  Lambang Negara yaitu Pancasila
  5. Semboyan Negara yaitu Bhinneka Tunggal Ika
  6.  Dasar Falsafah negara yaitu Pancasila
  7. Konstitusi (Hukum Dasar) negara yaitu UUD 1945
  8. Bentuk Negara Kesatuan Republik Indonesia yang berkedaulatan rakyat
  9. Konsepsi Wawasan Nusantara
  10. Kebudayaan daerah yang telah diterima sebagai Kebudayaan Nasional
Penjelasan dari identitas nasional Indonesia akan dijabarkan dalam paragraf dibawah ini.
1) Bahasa Nasional atau Bahasa Persatuan yaitu Bahasa Indonesia.
Bahasa merupakan unsur pendukung Identitas Nasonal yang lain. Bahasa dipahami sebagai system perlambang yang secara arbiter dibentuk atas unsur-unsur ucapan manusia dan yang digunakan sebagai sarana berinteraksi antar manusia. Dan di Indonesia menggunakan Bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional. Karena di Indonesia ada berbagai macam bahasa daerah dan memiliki ragam bahasa yang unik sebagai bagian dari khas daerah masing-masing.M
2) Bendera negara yaitu Sang Merah Putih
Bendera adalah sebagai salah satu identitas nasional, karena bendera merupakan simbol suatu negara agar berbeda dengan negara lain. Seperti yang sudah tertera dalam UUD 1945 pasal 35 yang menyebutkan bahwa “ Bendera Negara Indonesia adalah Sang Merah Putih”. Warna merah dan putih juga memiliki arti sebagai berikut, merah yang artinya berani dan putih artinya suci.
3) Lagu Kebangsaan yaitu Indonesia Raya
Lagu Indonesia Raya (diciptakan tahun 1924) pertama kali dimainkan pada kongres pemuda (Sumpah pemuda) tanggal 28 Oktober 1928. Setelah proklamasi Kemerdekaan Indonesia pada tanggal 17 Agustus 1945, lagu yang dikarang oleh Wage Rudolf Soepratman ini dijadikan lagu kebangsaan. Ketika mempublikasikan Indonesia Raya tahun 1928, wage Rudolf Soepratman dengan jelas menuliskan “lagu kebangsaan” di bawah judul Indonesia Raya. Teks lagu Indonesia Raya dipublikasikan pertama kali oleh surat kabar Sin Po. Setelah dikumandangkan tahun 1928, pemerintah colonial Hindia Belanda segera melarang penyebutkan lagu kebangsaan bagi Indonesia Raya. Meskipun demikian, para pemuda tidak gentar. Mereka ganti lagu itu dengan mengucapkan “Mulai, Mulai !, bukan “Merdeka, Merdeka!” pada refrain. Akan tetapi, tetap saja mereka menganggap lagu itu sebagai lagu kebangsaan. Sekanjutnya lagu Indonesia Raya selalu dinyanyikan pada setiap rapat partai-partai politik. Setelah indeonesia merdeka, lagu itu ditetapkan sebagai lagu kebangsaan perlambang persatuan bangsa. Namun pada saat menjelaskan hasil Festival Film Indonesia (FFI) 2006 yang kontroversional pada kompas tahun 1990-an, Remy sylado, seorang budayawan dan seniman senior Indonesia mengatakan bahwa lagu Indonesia Raya merupakan jiplakan dari sebuah lagu yang diciptakan tahun 1600-an berjudul Lekka Lekka panda panda, Kaye A. solapung seorang pengamat musik, menanggapi tulisan remi dalam kompas tahun 1991. Ia mengatakan bahwa Remy hanya sekedar mengulang tuduhan Amir Pasaribu pada tahun 1950-an. Ia juga mengatakan dengan mengutip Amir Pasaribu bahwa dalam literature music, ada lagu Lekka Lekka Pinda Pinda Belanda, begitu pula Boola-Boola dan Lekka Lekka tidak sama persis dengan Indonesia Raya, dengan hanya delapan ketuk yang sama. Begitu juga dengan penggunaan chord yang jelas berbeda. Sehingga, ia menyimpulkan bahwa Indonesia Raya tidak menjiplak. Dari susunan liriknya, merupakan soneta atau sajak14 baris yang terdiri dari satu oktaf (atau dua kuatren) dan satu sekstet. Penggunaan bentuk ini dilihat sebagai mendahului zaman” (avant gerde), meskipun soneta sendiri sudah popular di eropa semenjak era renaisans. Rupanya penggunaan soneta tersebut mengilhami karena lima tahun setelah dia dikumandangkan, para seniman Angkatan Pujangga Baru mulai banyak menggunakan  soneta sebagai bentuk ekspresi puitis. Lirik Indonesia Raya merupakan saloka atau pantun berangkai, merupakan cara empu Walmiki ketika menulis epic Ramayana. Dengan kekuatan liriknya itulah Indonesia Raya segera menjadi saloka sakti pemersatu bangsa, dan dengan semakin dilarang oleh belanda, semakin kuatlah ia menjadi penyemangat dan perekat bangsa Indonesia. Cornel Simanjutak dalam majalah Arena telah menulis bahwa ada tekanan kata dan tekanan music yang bertentangan dalam kata berseru dalam kalimat Marilah kita berseru. Seharusnya kata ini diucapkan berseru (tekanan pada suku ru). Tetapi karena tekanan melodinya, kata itu terpaksa dinyanyikan berseru (tekanan pada se). Selain itu, rentang nada pada Indonesia Raya secara umum terlalu besar untuk lagu yang ditujukan bagi banyak orang. Dibandingkan sengan lagu-lagu kebangsaan lain yang umumnya berdurasi setengah menit bahkan ada yang hanya 19 detik, Indonesia Raya memang jauh lebih panjang. Secara musical, lagu ini telah dimuliakan-justru-oleh orang Belanda (atau Belgia) bernama jos Cleber yang tutup usia tahun 1999. Setelah menerima permintaan kepada studio RRI Jakarta Jusuf Rono dipuro pada tahun 1950, Jos Cleber pun menyusun arasemen baru, yang menyempurnakannya ia lakukan setelah juga menerima masukan dari presiden Soekarno. Indonesia Raya menjadi lagu kebangsaan yang agung, namun gagah berani (maestoso can bravura).
4) Lambang Negara yaitu Pancasila
Seperti yang dijelaskan pada Undang-Undang Dasar 1945 dalam pasal 36A bahwa lambang negara Indonesia adalah Garuda Pancasila. garuda Pancasila disini yang dimaksud adalah burung garuda yang melambangkan kekuatan bangsa Indonesia. Burung garuda sebagai lambang negara Indonesia memiliki warna emas yang melambangkan kejayaan Indonesia. sedangkan perisai di tengah melambangkan pertahanan bangsa Indonesia. Simbol di dalam perisai masing-masing melambangkan sila-sila dalam pancasila,yaitu:
  1. Bintang melambangkan sila ketuhanan Yang Maha Esa (sila ke-1)
  2. Rantai melmbangkan sila Kemanusiaan Yang Adil dan Beradab (sila ke-2)
  3. Pohon Beringin melambangkan Sila Persatuan Indonesia (Sila ke-3)
  4. Kepala Banteng melambangkan Sila Kerakyatan yang Dipimpin Oleh Hikmat Kebijaksanaan Dalam Permusyawaratan/Perwakilan (Sila ke-4)
  5. Padi dan Kapas melambangkan sila Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia (sila ke-5)
Warna merah-putih melambangkan warna bendera nasional Indonesia. Merah berarti berani dan Putih berarti suci. Garis hitam tebal yang melintang di dalam perisai melambangkan wilayah Indonesia yang dilintasi Garis Khatulistiwa. Jumlah bulu melambangkan hari proklamasi kemerdekaan Indonesia (17 Agustus 1945), antara lain:
  1. Jumlah Bulu pada masing-masing sayap berjumlah 17
  2. Jumlah Bulu pada ekor berjumlah 8
  3. Jumlah Bulu pada di bawah perisai/pangkal ekor berjumlah 19
  4. Jumlah bulu di leher berjumlah 45
Pita yang dicengkeram oleh burung garuda bertuliskan semboyan Negara Indonesia, yaitu Bhineka Tunggal Ika yang berarti “berbeda-beda, tetapi tetap satu jua”.
5) Semboyan Negara yaitu Bhinneka Tunggal Ika
Bhineka Tnggal Ika berisi konsep pluralistik dan multikulturalistik dalam kehidupan yang terikat dalam suatu kesatuan. Pluralistik bukan pluralisme, suatu paham yang membiarkan keanekaragaman seperti apa adanya. Dengan paham pluralisme tidak perlu adanya konsep yang mensubtitusi keanekaragaman demikian pula halnya dengan faham multikulturalisme. Bhineka Tunggal Ika tidak bersifat sektarian dan eksklusif, hal ini bermakna bahwa dalam kehidupan berbangsa dan bernegara tidak dibenarkan merasa dirinya yang paling benar, paling hebat, dan tidak mengakui harkat dan martabat pihak lain. Pandangan sektarian dan eksklusif ini akan memicu terbentuknya kekakuan yang berlebihan dengan tidak atau kurang memperhatikan pihak lain, memupuk kecurigaan, kecemburuan, dan persaingan yang tidak sehat. Bhineka Tunggal Ika bersifat inklusif. Golongan mayoritas dalam hidup berbangsa dan bernegara tidak memaksakan kehendaknya pada golongan minoritas. Bhineka Tunggal Ika tidak bersifat eormalitas yang hanya menunjukkan perilaku semu. Bhineka Tunggal Ika dilandasi oleh sikap saling percaya mempercayai, saling  hormat menghormati, saling cinta mencintai dan rukun. Hanya dengan cara demikian maka keanekaragaman ini dapat dipersatukan. Bhineka Tunggal Ika bersifat konvergen  tidak divergen, yang bermakna pebedaan yang terjadi dalam keanekaragaman tidak untuk dibesar-besarkan, tetapi dicari titik temu, dalam bentuk kesepakatan bersama. Hal ini akan terwujud apabila dilandasi oleh sikap toleran, non sektarian, inklusif, dan rukun. Dalam menerapkan Bhineka Tunggal Ika dalam kehidupan berbangsa dan bernegara perlu dilandasi oleh rasa kasih sayang. Saling curiga mencurigai harus dibuang jauh-jauh. Saling percaya mempercayai harus dikembangkan, iri hati, dengki harus dibuang dari kamus  Bhineka Tunggal Ika.
6) Dasar Falsafah negara yaitu Pancasila
Pancasila adalah kumpulan nilai atau norma yang meliputi sila-sila Pancasila sebagaimana yang tercantum dalam pembukaan UUD 1945, alenia IV yang telah ditetapkan pada tanggal 18 Agustus 1945. Pada hakikatnya pengertian Pancasila dapat dikembalikan kepada dua pengertian, yakni Pancasila sebagai pandangan hidup bangsa Indonesia dan Pancasila sebagai dasar Negara Republik Indonesia.
Pancasila sebagai pandangan hidup bangsa Indonesia sering disebut juga dengan way of life, welstanshauung, wereldbershouwing, wereld en levens beschouwing ( pandangangan dunia, pandangan hidup, pedoman hidup, petunjuk hidup). Dalam hal ini Pancasila digunakan sebagai pancaran dari sila Pancasila karena Pancasila sebagai weltanschauung merupakan kesatuan, tidak bisa dipisah-pisahkan, keseluruhan sila dalam Pancasila merupakan satu kesatuan organis. Pancasila sebagai norma fundamental sehingga berfungsi sebagai cita-cita atau ide. Oleh karena itu, dapat dikemukakan bahwa Pancasila sebagai pegangan hidup yang merupakan pandangan hidup bangsa, dalam pelaksanaan hidup sehari-hari tidak boleh bertentangan denagn norma-norma agama, norma-norma sopan santun, dan tidak bertentangan dengan norma-norma hukum yang berlaku. Pancasila sebagai Dasar Negara Republik Indonesia, dalam hal ini Pancasila mempunyai kedudukan istimewa dalam hidup kenegaraan dan hukum bangsa Indonesia. fungsi pokok Pancasila adalah sebagai dasar negara, sesuai dengan pembukaan UUD 1945,, sebagai sumber dari segala sumber hukum atau sumber dari tertib hukum, sebagaimana tertuang dalam Ketetapan MPRS No.XX/-MPRS/1966 (Darji, 1991:16) Pancasila merupakan dasar negara yang dibentuk oleh para pendiri bangsa Indonesia. sebagai dasar negara, Pancasila mengandung nilai-nilai yang sejatinya sudah ada dalam bangsa Indonesia sendiri. Sehingga Pancasila mampu menjadi wadah bagi masyarakat Indonesia yang beragam. Dengan adanaya nilai-nilai dalam Pancasila tersebut menunjukkan bahwa nilai-nilai yang ada di Indonesia berbeda dengan nilai-nilai yang ada di negara lain. Dengan kata lain, Pancasila menunjukkan identitas nasional Indonesia.
7) Konstitusi (Hukum Dasar) negara yaitu UUD 1945
Undang-Undang Dasar adalah peraturan perundang-undangan yang tetinggi dalam negara dan merupakan hukum dasar tertulis yang mengikat berisi aturan yang harus ditaati. Hukum dasar negara meliputi keseluruhan sistem ketatanegaraan yang berupa kumpulan peraturan yang membentuk negara dan mengatur pemerintahannya. UUD merupakan dasar tertulis. Oleh karena itu, UUD menurut sifat dan fungsinya adalah suatu naskah yang memaparkan karangan dan tugas-tugas pokok cara kerja badan tersebut, UUD menentukan cara-cara bagaimana pusat kekuasaan itu bekerja sama dan menyesuaikan diri satu sama lainnya. UUD merekam hubungan-hubungan kekuasaan dalam suatu negara. Undang-Undang Dasar nmerupakan suatu hal yang sangat penting dan vital dalam suatu pemerintahan yang telah merdeka. Dengan adanya konstitusi dalam suatu negara yang merdeka menandakan bahwa negara ini sebagai negara konstitusional yang menjamin kebebasan rakyat Indonesia untuk memerintah diri sendiri. Sebagai bangsa Indonesia Indonesia yang merdeka dan berdaulat untuk membentuk pemerintah sendiri ynag sah serta usahamenjamin hak-haknya disertai menentang penyalahgunaan kekuasaan. Hal ini hanya dapat dilakukan dalam kerangka negara konstitusional, pembentukan negara konstitusional merupakan bagian dari upaya mencapai kemerdekaan, karena hanya dalam kerangka kelembagaan ini dapat dibangun masyarakat yang demokratis.
8) Bentuk Negara Kesatuan Republik Indonesia yang berkedaulatan rakyat
9) Konsepsi Wawasan Nusantara
Wawasan artinya pandanagan, tinjauan, penglihatan atau tanggap indrawi. Selain menunjukkan kegiatan untuk mengetahui arti pengaruh-pengaruhnya dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, wawasan juga mempunyai pengertian menggambarkan cara pandang, cara tinjau, cara melihat atau cara tangggap indrawi. Kata nasional menunjukkan kata sifat atau ruang lingkup. Bentuk kata yang berasal dari istilah nation itu berarti bangsa yang telah mengidentifikasikan diri ke dalam kehidupan berneegara atau secara singkat dapat dikatakan sebagai bangsa yang telah menegara. Nusantara perairan dan gugusan pulau-pulau yang terletak di antara Samudra Pasifik dan Samudra Indonesia, serta di antara Benua Asia dan Benua Australia. Wawasan nasional merupakan “cara pandang” suatu bangsa tentang diri dan lingkungannya. Wawasan merupakan penjabaran dari filsafat bangsa Indonesia sesuai dengan keadaan geografis suatu bangsa, serta sejarah yang pernah dialaminya. Esensinya, ialah bagaimana bangsa itu memanfaatkan kondisi geografis, sejarahnya, serta kondisi sosial budayanya dalam mencapai cita-cita dan tujuan nasionalnya. Dengan demikian wawasan nusantara dapat diartikan sebagai cara pandang bangsa Indonesia tentang diri dan lingkungannya berdasarkan ide nasionalnya yang dilandasi Pancasila dan UUD 1945, yang merupakan aspirasi bangsa yang merdeka, berdaulat, berrmartabat, serta menjiwai tata  hidup dan tindak kebijaksanaannya dalam mencapai tujuan nasional. Wawasan nusantara adalah cara pandang, cara memahami, cara menghayati, cara bersikap, cara bersikap, cara berpikir, cara bertingkah laku bangsa Indonesia sebagai interaksi proses psikologis, sosiokultural, dengan aspek astagatra (kondisi geografis, kekayaan alam, dan kemampuan alam serta ipoleksosbud hankam)
10)  Kebudayaan daerah yang telah diterima sebagai Kebudayaan Nasional
Kebudayaan adalah pengetahuan manusia sebagai makhluk social yang isinya adalah perangkat-perangkat atau model-model pengetahuan yang secara kolektif digunakan oleh pendukung-pendukungnya untuk menafsirkan dan memahami lingkungan yang dihadapi dan digunakan sebagi rujukan dan pedoman untuk bertindak (dalam bentuk kelakuan dan benda-benda kebudayaan) sesuai dengan lingkungan yang dihadapi. Kebudayaan dapat dimaknai sebagai suatu budi dan daya manusia yang tidak ternilai harganya dan mempunyai manfaat bagi kehidupan umat manusia, baik pada masa lampau, masa kini, maupun pada masa yang akan datang. Kebudayaan dapat pula berbentuk kebudayaan daerah dan kebudayaan nasional. Kebudayaan daerah yaitu suatu budaya asli setiap suku atau daerah yang diwarisi dari nenek moyang secara turun-temurun. Kebudayaan daerah kita pelihara dan kita kembangkan menjadi kebudayaan nasional yang dinikmati oleh seluruh bangsa. Jadi, kebudayaan nasional yaitu suatu perpaduan dan pengembangan berbagai macam kebudayaan daerah yang terus menerus dibina dan dilestarikan keberadaannya, sehingga menjadi milik bersama.

 http://asriatisetya.wordpress.com/2012/11/13/identitas-nasional/

PENGERTIAN IDENTITAS NASIONAL



Identitas nasional  =  identitas kebangsaan. 
Identitas  berasal  dari  bahasa  Inggris  “identity,”    yang  berarti  ciri,  tanda,  atau 
jatidiri,  yang melekat pada seseorang, kelompok, atau sesuatu,  yang membeda-
kannya dengan yang lain. 
Nasional merujuk pada konsep kebangsaan. 
Jadi,  identitas  nasional  adalah  ciri,  tanda,  atau  jatidiri  bangsa  yang  berbeda 
dengan  bangsa-bangsa  lain.    Identitas  nasional  lebih  merujuk  pada  identitas 
bangsa  dalam  pengertian  politik  (political  unity).    Identitas  nasional  Indonesia 
yang membedakannya dengan bangsa-bangsa lain salah satu di antaranya  adalah 
adanya ideologi Pancasila sebagai dasar filsafat, pandangan hidup, kepribadian,
dan dasar Negara.
Pengertian  identitas  nasional  yang  dikemukakan  oleh  Koento  Wibisono  (2005) 
adalah  ”manifestasi  nilai-nilai  budaya  yang  tumbuh  dan  berkembang  dalam  aspek 
kehidupan suatu bangsa (nation) dengan ciri-ciri khas, dan dengan ciri-ciri khas tadi 
suatu bangsa berbeda dengan bangsa lain dalam kebidupannya
Bentuk  identitas  kebangsaan  bisa  berupa  adat-istiadat,  bahasa  nasional, 
lambang nasional, bendera nasional, termasuk juga ideologi nasional

Beberapa contoh identitas nasional Indonesia :
1. Dasar falsafah dan ideologi negara, yaitu Pancasila
2. Bahasa nasional atau bahasa persatuan, yaitu bahasa Indonesia
3.Lagu kebangsaan, yaitu Indonesia Raya
4.Lambang negara, yaitu Garuda Pancasila
5.Semboyan negara, yaitu Bhinneka Tunggal Ika
6.Bendera negara, yaitu Sang Merah Putih
7.Hukum dasar negara (konstitusi), yaitu UUD 1945
8.Bentuk negara, yaitu NKRI dan bentuk pemerintahannya Republik
9.Konsepsi  wawasan  nusantara,  yaitu  sebagai  cara  pandang  bangsa  Indonesia 
mengenai  diri  dan  lingkungannya  yang  serba  beragam  dan  memiliki  nilai  stra-
tegis  dengan  mengutamakan  persatuan  dan  kesatuan  bangsa,  kesatuan  wilayah 
dalam  penyelenggaraan  kehidupan  bermasyarakat,  berbangsa,  dan  bernegara untuk mencapai tujuan nasional. 
10.Beragam kebudayaan daerah yang telah diterima sebagai kebudayaan nasional.

sumber : http://dc318.4shared.com/doc/WY2C9qQh/preview.html

Senin, 08 April 2013

HAKIKAT MEMPELAJARI PENDIDIKAN PANCASILA

Pendidikan Kewarganegaraan merupakan salah satu mata pelajaran yang dapat membentuk diri yang beragam dari segi agama, sosio-kultural, bahasa, usia, untuk menjadi warga negara yang cerdas, terampil dan berkarakter yang dilandasi oleh UUD 1945 (Sudjana, 2003: 4). Pendidikan Kewarganegaraan adalah mata pelajaran yang secara umum bertujuan untuk mengembangkan potensi individu warga negara Indonesia, sehingga memiliki wawasan, sikap, dan keterampilan kewarganegaraan yang memadai dan memungkinkan untuk berpartisipasi secara cerdas dan bertanggung jawab dalam berbagai kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara (Sudjatmiko, 2008: 12). Berdasarkan pendapat di atas jelas bagi kita bahwa PKn bertujuan mengembangkan potensi individu warga negara, dengan demikian maka seorang guru PKn haruslah menjadi guru yang berkualitas dan profesional, sebab jika guru tidak berkualitas tentu tujuan PKn itu sendiri tidak tercapai.

Secara garis besar mata pelajaran Kewarganegaraan memiliki 3 dimensi yaitu :
1. Dimensi Pengetahuan Kewarganegaraan (Civics Knowledge) yang mencakup bidang politik, hukum dan moral
2. Dimensi Keterampilan Kewarganegaraan (Civics Skills) meliputi keterampilan partisipasi dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.
3. Dimensi Nilai-nilai Kewarganegaraan (Civics Values) mencakup antara lain percaya diri, penguasaan atas nilai religius, norma dan moral luhur. (Sudjana, 2003: 4)

Berdasarkan uraian di atas peneliti berpendapat bahwa dalam mata pelajaran PKn, seorang siswa bukan saja menerima pelajaran berupa pengetahuan, tetapi pada diri siswa juga harus berkembang sikap, keterampilan dan nilai-nilai. Sesuai dengan Depdiknas (Sudrajat, 2005: 33) yang menyatakan bahwa tujuan PKn untuk setiap jenjang pendidikan yaitu mengembangkan kecerdasan warga negara yang diwujudkan melalui pemahaman, keterampilan sosial dan intelektual, serta berprestasi dalam memecahkan masalah di lingkungannya.

Untuk mencapai tujuan PKn tersebut, maka guru berupaya melalui kualitas pembelajaran yang dikelolanya, upaya ini bisa dicapai jika siswa mau belajar. Dalam belajar inilah guru berusaha mengarahkan dan membentuk sikap serta perilaku siswa sebagaimana yang dikehendaki dalam pembelajaran PKn.

http://www.sekolahdasar.net/2011/09/hakekat-pendidikan-kewarganegaraan-pkn.html

PERBEDAAN PANCASILA DAN KEWARGANEGARAAN

Satu pernyataan dari Thomas Janoski bermakna bahwa kewarganegaraan adalah keanggotaan secara pasif dan aktif dari seorang individu dalam sebuah negara-bangsa dengan hak-hak universal tertentu dan kewajiban-kewajiban pada level yang spesifik dari kesetaraan. Secara sederhana, kewarganegaraan dapat dianggap sebagai konsep dalam mengukur hak dan kewajiban. Namun yang terjadi adalah pemahaman secara tidak penuh terhadap makna kewarganegaran. Konsep ini dilihat semata-mata sebagai status. Status yang dimaksudkan terkait dengan metode-metode untuk menentukan siapa yang bisa menjadi warganegara.
Pemahaman secara tidak penuh terhadap makna kewarganegaraan terlihat pada munculnya pernyataan dari Ketua Umum DPP Partai Golkar, Aburizal Bakrie, yang mengatakan bahwa “menempatkan pendidikan Pancasila hanya (sebagai) bagian dari pendidikan kewarganegaraan merupakan bentuk pengerdilan Pancasila.” Pandangan serupa diungkapkan oleh Sudijarto, dari Dewan Pembina Ikatan Sarjana Pendidikan Indonesia, yang mengatakan “Pendidikan Kewarganegaraan tidak akan mampu mentransformasikan nilai-nilai Pancasila. Ini disebabkan silabus pendidikan kewarganegaraan lebih bersifat teori-teori tentang kenegaraan dan hak asasi manusia yang diadopsi dari negara lain”.
Pernyataan yang disebutkan oleh kedua tokoh di atas menganggap bahwa kewarganegaraan dan Pancasila adalah dua hal berbeda yang mempunyai substansi berbeda pula, padahal substansi antara kewarganegaraan dan Pancasila tidaklah jauh berbeda. Intisari dari kewarganegaraan adalah nilai yang ada dalam Pancasila itu sendiri.
Bagi negara Indonesia yang mempunyai penduduk dengan pluralitas tinggi, Pancasila dibutuhkan sebagai dasar negara yang berfungsi sebagai daya ikat serta dasar pemersatu bangsa dan negara. Pancasila jelas merupakan seperangkat nilai. Nilai tersebut dapat ditemukan pada alinea keempat Pembukaan UUD 1945 menyatakan bahwa:
“suatu susunan Negara Republik Indonesia yang berkedaulatan rakyat dengan berdasar kepada Ketuhanan Yang Maha Esa, Kemanusiaan yang Adil dan Beradab, Persatuan Indonesia, dan Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmah kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan, serta dengan mewujudkan suatu Keadilan Sosial bagi seluruh rakyat Indonesia ”.
Pancasila sebagai alat pemersatu bangsa merupakan hal yang penting mengingat Indonesia merupakan negara dengan keberagaman suku sehingga Pancasila dibutuhkan terkait dengan integrasi nasional. Rintangan utama pada pembangunan integrasi nasional adalah eksistensi dari etnis atau minoritas kultural dalam sebuah negara yang menolak kecenderungan integrasi. Makna rasa kesukuan bahkan menjadi lebih dramatis dalam masalah-masalah integratif yang timbul di negara-negara dimana masyarakatnya memiliki identitas etnis yang sangat kuat. Tegasnya, peranan yang dimainkan oleh faktor kesukuan jangan dianggap kecil, baik dalam kasus daerah-daerah yang memiliki identitas suku yang kuat maupun di daerah-daerah dimana penduduknya merupakan campuran dari berbagai suku. Dalam hal yang terakhir ini, sebagaimana yang diperlihatkan oleh Liddle, etnisitas mungkin bercampur dengan dan dikurangi oleh ikatan-ikatan primordial lain, akan tetapi rasa kesukuan itu tidak sirna.
Negara menghadapi konflik-konflik internal akibat meningkatnya semangat primordialisme; menyebarnya ideologi etnonasionalisme dan lokalisme yang menguat. Kesetiaan primordial ini sifatnya kolektif terutama dalam penggunaan bahasa dan budaya serta sangat emosional. Tidak perlu ada keberatan terhadap kesetiaan primordial selama ia tidak menghasilkan ketegangan-ketegangan regional dan kultural, dan sepanjang ia tidak bertentangan dengan kesetiaan nasional.
Dalam dinamika pluralisme Indonesia tersebut, kewarganegaraan hadir dalam rangka pemersatu di antara perbedaan yang ada dan untuk meningkatkan rasa nasionalisme terhadap negara Indonesia. Sama halnya dengan Pancasila yang merupakan konsep dari bhinneka tunggal ika, kewarganegaraan juga memperhatikan keberagaman budaya yang dapat memotret pluralisme di Indonesia. Salah satunya adalah Will Kymlicka yang mengemukakan teori mengenai Kewarganegaraan Multikultural yang bersandar pada pandangan bahwa seorang warganegara selain merupakan individu yang otonom, juga merupakan bagian dari kelompoknya.
Dengan konsepsi kewarganegaraan multikultur, pendidikan kewarganegaraan mengenalkan kita pada prinsip keadilan yang memperlakukan semua orang dengan sama. Hal ini ditekankan oleh Thomas Janoski yang menyatakan bahwa kewarganegaraan adalah sebuah pernyataan dari persamaan hak, dengan hak-hak dan kewajiban yang seimbang dalam batasan-batasan tertentu. Persamaan dalam hal ini mungkin tidak sempurna, tetapi hal tersebut paling memerlukan peningkatan hak-hak minoritas dalam berhadapan dengan elit-elit sosial. Persamaan ini sebagian besar bersifat prosedural, tetapi juga dapat termasuk hal-hal yang substantif. Dengan adanya persamaan, maka prinsip keadilan bagi seluruh kaum termasuk kaum minoritas dijamin dalam kerangka kewarganegaraan multikultural.
Dalam usaha untuk mewujudkan prinsip persamaan, keadilan, dan keterwakilan, teori kewarganegaraan multikultural Kymlicka membedakan hak-hak minoritas bagi kelompok etnis, yaitu hak-hak pemerintahan sendiri, hak-hak polyetnik, dan hak-hak perwakilan khusus. Terkhusus hak-hak polyetnik, dimaksudkan untuk membantu kelompok etnis dan minoritas agama untuk menyatakan kekhasan budayanya dan harga diri tanpa menghalangi keberhasilan mereka dalam lembaga ekonomi dan politik dari masyarakat dominan. Ketiga bentuk kewargaan kelompok yang dibedakan dapat digunakan untuk memberikan perlindungan eksternal. Caranya adalah, setiap bentuk membantu melindungi minoritas dari kekuasaan ekonomi dan politik masyarakat yang lebih luas, walau masing-masing menjawab pada tekanan eksternal yang berbeda dalam cara yang berbeda, yaitu:
1. Hak perwakilan kelompok khusus di dalam lembaga politik masyarakat yang lebih luas menjadikan kecil kemungkinan bahwa minoritas bangsa atau etnis akan diabaikan dalam keputusan yang dibuat berbasiskan seluruh negeri.
2. Hak atas pemerintahan sendiri mengalihkan kekuasaan ke unit politik yang lebih kecil sehingga minoritas bangsa tidak dapat dikalahkan dalam pemilihan atau dalam tawar-menawar oleh mayoritas berkenaan dengan keputusan yang sangat penting bagi kebudayaannya.
3. Hak polietnis melindungi praktik-praktik agama dan budaya yang khas, yang mungkin tidak didukung secara layak melalui pasar atau yang dirugikan oleh perundangan yang ada.
Akomodasi dari perbedaan-perbedaan ini adalah inti dari kesetaraan yang sebenarnya, dan hak-hak khusus kelompok tersebut diperlukan untuk mengakomodasi perbedaan-perbedaan yang ada. Walau hak-hak kelompok yang dibedakan untuk minoritas bangsa mungkin secara sekilas tampak mendiskriminasi, hak-hak itu sebenarnya konsisten dengan prinsip-prinsip mengenai kesetaraan. Jika bukan karena hak-hak kelompok yang dibedakan itu, para anggota kebudayaan minoritas tidak akan mempunyai kemampuan yang sama untuk hidup dan bekerja dalam bahasa dan kebudayaan sendiri yang dianggap lumrah bagi para anggota dari kebudayaan mayoritas.
Dengan pandangan demikian, maka intisari yang dapat diambil dari pembahasan tersebut adalah bahwa di dalam kewarganegaraan juga terdapat nilai-nilai yang ada di dalam Pancasila sehingga dengan menetapkan Pancasila sebagai bagian dari kewarganegaraan tidaklah mengerdilkan Pancasila itu sendiri. Kemudian, berbeda dengan pendapat yang diungkapkan oleh Sudijarto di awal tadi bahwa pendidikan kewarganegaraan tidak akan mampu mentransformasikan nilai-nilai Pancasila, menurut saya kewarganegaraan justru dapat mentransformasikan nilai-nilai yang ada dalam Pancasila dalam bahasa yang berbeda. Apabila dirangkum mengenai persamaan nilai yang dapat diambil dari substansi antara Pancasila dengan kewarganegaraan, maka dapat dirumuskan menjadi 2 hal yang utama:
1. Seperti halnya kewarganegaraan, Pancasila menghindari otoritarianisme negara, dan usaha mengembangkan pluralisme sebagai ciri permanen dari kebudayaan yang demokratis di Indonesia. Pancasila tidak membuka ruang bagi penggunaan kekuasaan negara yang bersifat memaksa. Pancasila sebagai konsepsi politis hanya berlaku pada struktur dasar masyarakat dari kehidupan bernegara, sementara keyakinan atau nilai lain yang mungkin ada di luar yang politis sebagaimana berlaku pada asosiasi, atau keluarga atau orang-perorang, tetap dibiarkan hidup dan harus dihormati perkembangannya oleh  negara.
Hal ini sejalan dengan kewarganegaraan yang melindungi hak dan kebebasan dari warganegara, terutama dalam konsepkewarganegaraan multikultural maupun konsep tripartite Marshall atas hak sipil, politik, dan sosial yang biasanya diambil sebagai langkah awal untuk segala hal yang berkaitan dengan hak-hak kewarganegaraan.
2. Pancasila dapat memperkuat kebebasan, persamaan, dan hak-hak sipil dan politik dasar bagi warga negara yang hidup dalam sebuah negara. Gagasan fundamental Pancasila mengenai kebebasan, hak-hak sipil dan politik dasar yang harus dihormati oleh mayoritas legislatif, seperti hak ikut dalam pemilihan dan berpartisipasi dalam politik, kebebasan berpikir dan menyatakan pendapat, dan juga perlindungan hukum juga dijamin dalam konsep-konsep kewarganegaraan sehingga poin kedua ini menegaskan bahwa substansi Pancasila dan kewarganegaraan adalah sama namun dalam bahasa yang berbeda.

 http://politik.kompasiana.com/2012/01/16/kewarganegaraan-dan-pancasila-nama-yang-berbeda-untuk-substansi-yang-sama-431041.html