Teori ekonomi mikro
Dari masa pra sejarah sampai jaman modern
seperti sekarang ini belum pernah kita jumpai suatu masyarakat atau
suatu bangsa yang kebutuhan hidupnya telah dapat terpenuhi seluruhnya.
Masyarakat yang dikatakan masih primitif kebutuhan mereka baik jumlah
maupun macamnya relatif tidak banyak bila dibandingkan dengan kebutuhan
masyarakat modern. Akan tetapi oleh karena kemampuannya untuk
menghasilkan barang barang dan jasa-jasa yang langsung dapat memenuhi
kebutuhan mereka sangat kecil juga, rnaka banyak dan kebutuhan mereka
yang pemenuhan nya terbatas dalam angan-angan mereka belaka.
Dengan semakin majunya peradaban manusia,
manusia menjadi semakin cerdas dan semakin banyak alat kapital yang
mereka miliki; yang semuanya ini meningkatkan kemampuan mereka dalam
menghasilkan barang-barang dan jasa-jasa yang selanjutnya dapat mereka
pergunakan untuk memenuhi kebutuhan mereka. Akan tetapi meningkatnva
kemam puan mereka menghasilkan barang-barang dan jasa-jasa tersebut
hampir senantiasa diikuti, dibarengi, bahkan tidak jarang pula didahuiui
oleh timbulnya kebutuhan-kebutuhan baru. Meningkatnya kebutuhan mereka
tersebut demikian cepatnya, sehingga bangsa yang pa maju di dunia dewasa
mi, masih pula merasakan keterbatasan mereka dalam memenuhi kebutuhan
mereka yang semakin beraneka ragam teori.
Menghadapi kenyataan tidak dapat
terpenuhinya semua kebutuhan mereka, maka dengan sadar atau tidak
manusia bertendensi untuk bersikap rasional, yaitu sepanjang mereka
mempunyai pilihan, mereka akan memilih pilihan yang mendatangkan manfaat
sebesar-besarnya dan peng gunaan alat pemuas kebutuhan tertentu, atau
memilih pilihan yang menurut perhitungan mereka memerlukan korban paling
kecil di antara pilihan-pilihan lain untuk maksud pemenuhan kebutuhan
tertentu.
Ilmu yang mempelajari bagaimana manusia
dalam usaha memenuhi kebutuhan-kebutuhannya mengadakan pemilihan di
antara berbagat alternatif pemakaian atas alat-alat pemuas kebutuhan
yang tersedianya relatif terbatas inilah yang kita sebut ilmu ekonomi
atau economics.
Teori sosiologis
Teori
fungsional dan struktural adalah salah satu teori komunikasi yang masuk
dalam kelompok teori umum atau general theories (Littlejohn, 1999),
ciri utama teori ini adalah adanya kepercayaan pandangan tentang
berfungsinya secara nyata struktur yang berada di luar diri pengamat.
Fungsionalisme struktural atau lebih popular dengan ‘struktural
fungsional’ merupakan hasil pengaruh yang sangat kuat dari teori sistem
umum di mana pendekatan fungsionalisme yang diadopsi dari ilmu alam
khususnya ilmu biologi, menekankan pengkajiannya tentang cara-cara
mengorganisasikan dan mempertahankan sistem. Dan pendekatan
strukturalisme yang berasal dari linguistik, menekankan pengkajiannya
pada hal-hal yang menyangkut pengorganisasian bahasa dan sistem sosial.
Fungsionalisme struktural atau ‘analisa sistem’ pada prinsipnya berkisar
pada beberapa konsep, namun yang paling penting adalah konsep fungsi
dan konsep struktur.
Perkataan fungsi digunakan dalam berbagai
bidang kehidupan manusia, menunjukkan kepada aktivitas dan dinamika
manusia dalam mencapai tujuan hidupnya. Dilihat dari tujuan hidup,
kegiatan manusia merupakan fungsi dan mempunyai fungsi. Secara
kualitatif fungsi dilihat dari segi kegunaan dan manfaat seseorang,
kelompok, organisasi atau asosiasi tertentu.
Fungsi juga menunjuk
pada proses yang sedang atau yang akan berlangsung, yaitu menunjukkan
pada benda tertentu yang merupakan elemen atau bagian dari proses
tersebut, sehingga terdapat perkataan ”masih berfungsi” atau ”tidak
berfungsi.” Fungsi tergantung pada predikatnya, misalnya pada fungsi
mobil, fungsi rumah, fungsi organ tubuh, dan lain-lain termasuk fungsi
komunikasi politik yang digunakan oleh suatu partai dalam hal ini Partai
Persatuan Pembangunan misalnya. Secara kuantitatif, fungsi dapat
menghasilkan sejumlah tertentu, sesuai dengan target, proyeksi, atau
program yang telah ditentukan.
Menurut Michael J. Jucius (dalam
Soesanto, 1974:57) mengungkapkan bahwa fungsi sebagai aktivitas yang
dilakukan oleh manusia dengan harapan dapat tercapai apa yang
diinginkan. Michael J. Jucius dalam hal ini lebih menitikberatkan pada
aktivitas manusia dalam mencapai tujuan. Berbeda dengan Viktor A.
Thomson dalam batasan yang lebih lengkap, tidak hanya memperhatikan pada
kegiatannya saja tapi juga memperhatikan terhadap nilai (value) dan
menghargai nilai serta memeliharanya dan meningkatkan nilai tersebut.
Berbicara masalah nilai sebagaimana dimaksud oleh Viktor, nilai yang
ditujukan kepada manusia dalam melaksanakan fungsi dan aktivitas dalam
berbagai bentuk persekutuan hidupnya. Sedangkan benda-benda lain
melaksanakan fungsi dan aktivitas hanya sebagai alat pembantu bagi
manusia dalam melaksanakan fungsinya tersebut.
Demikian pula fungsi
komunikasi dan fungsi politik, fungsi dapat kita lihat sebagai upaya
manusia. Hal ini disebabkan karena, baik komunikasi maupun politik,
keduanya merupakan usaha manusia dalam mempertahankan kelangsungan
hidupnya.
Sedangkan fungsi yang didefenisikan oleh Oran Young
sebagai hasil yang dituju dari suatu pola tindakan yang diarahkan bagi
kepentingan (dalam hal ini sistem sosial atau sistem politik). Jika
fungsi menurut Robert K. Merton merupakan akibat yang tampak yang
ditujukan bagi kepentingan adaptasi dan penyetelan (adjustments) dari
suatu sistem tertentu, maka struktur menurut SP. Varma menunjuk kepada
susunan-susunan dalam sistem yang melakukan fungsi-fungsi. Struktur
dalam sistem politik adalah semua aktor (institusi atau person) yang
terlibat dalam proses-proses politik. Partai politik, media massa,
kelompok kepentingan (interest group), dan aktor termasuk ke dalam
infrastruktur politik, sementara lembaga legislatif, eksekutif, dan
yudikatif termasuk ke dalam supra-struktur politik.
Mengacu pada
pengertian fungsi yang diajukan Oran Young dan Robert K. Merton, serta
pengertian struktur oleh SP. Varma, maka fungsi yang dimaksud dalam
penelitian ini adalah fungsi komunikasi politik sebagai salah satu
fungsi input dalam sistem politik. Sementara struktur yang dimaksud
adalah Partai Persatuan Pembangunan sebagai salah satu bagian dari
infrastruktur dalam sistem politik. Selain fungsi artikulasi dan
agregasi kepentingan, serta fungsi sosialisasi politik, fungsi
partisipasi politik dan rekruitmen politik, fungsi lain yang harus
dijalankan oleh partai politik sebagai infrastruktur politik dalam
sistem politik adalah fungsi komunikasi politik. Mungkin menjadikan
fungsional bagi struktur lain akan tetapi partai politik menjadi
disfungsional jika tidak dapat melaksanakan semua fungsi tersebut.
Lahirnya fungsionalisme struktural sebagai suatu perspektif yang
”berbeda” dalam sosiologi memperoleh dorongan yang sangat besar lewat
karya-karya klasik seorang ahli sosiologi Perancis, yaitu Emile
Durkheim. Masyarakat modern dilihat oleh Durkheim sebagai keseluruhan
organis yang memiliki realitas tersendiri. Keseluruhan tersebut memiliki
seperangkat kebutuhan atau fungsi-fungsi tertentu yang harus dipenuhi
oleh bagian-bagian yang menjadi anggotanya agar dalam keadaan normal,
tetap langgeng. Bila mana kebutuhan tertentu tadi tidak dipenuhi maka
akan berkembang suatu keadaan yang bersifat ”patologis”. Sebagai contoh
dalam masyarakat modern fungsi ekonomi merupakan kebutuhan yang harus
dipenuhi. Bilamana kehidupan ekonomi mengalami suatu fluktuasi yang
keras, maka bagian ini akan mempengaruhi bagian yang lain dari sistem
itu dan akhirnya sistem sebagai keseluruhan. Suatu depresi yang parah
dapat menghancurkan sistem politik, mengubah sistem keluarga dan
menyebabkan perubahan dalam struktur keagamaan. Pukulan yang demikian
terhadap sistem dilihat sebagai suatu keadaan patologis, yang pada
akhirnya akan teratasi dengan sendirinya sehingga keadaan normal kembali
dapat dipertahankan. Para fungsionalis kontemporer menyebut keadaan
normal sebagai equilibrium, atau sebagai suatu sistem yang seimbang,
sedang keadaan patologis menunjuk pada ketidakseimbangan atau perubahan
sosial.
Fungsionalisme Durkheim ini tetap bertahan dan dikembangkan
lagi oleh dua orang ahli antropologi abad ke-20, yaitu Bronislaw
Malinowski dan A.R. Radcliffe-Brown. Malinowski dan Brown dipengaruhi
oleh ahli-ahli sosiologi yang melihat masyarakat sebagai organisme
hidup, dan keduanya menyumbangkan buah pikiran mereka tentang hakikat,
analisa fungsional yang dibangun di atas model organis. Di dalam
batasannya tentang beberapa konsep dasar fungsionalisme dalam ilmu-ilmu
sosial, pemahaman Radcliffe-Brown (1976:503-511) mengenai fungsionalisme
struktural merupakan dasar bagi analisa fungsional kontemporer.
Fungsi dari setiap kegiatan yang selalu berulang, seperti penghukuman
kejahatan, atau upacara penguburan, adalah merupakan bagian yang
dimainkannya dalam kehidupan sosial sebagai keseluruhan dan, karena itu
merupakan sumbangan yang diberikannya bagi pemeliharaan kelangsungan
struktural (Radcliffe-Brown (1976:505).
Jasa Malinowski terhadap
fungsionalisme, walau dalam beberapa hal berbeda dari Brown, mendukung
konsepsi dasar fungsionalisme tersebut. Para ahli antropologi
menganalisa kebudayaan dengan melihat pada ”fakta-fakta antropologis”
dan bagian yang dimainkan oleh fakta-fakta itu dalam sistem kebudayaan
(Malinowski, 1976: 551).
Dalam membahas sejarah fungsionalisme
struktural, Alvin Gouldner (1970: 138-157) mengingatkan pada
pembaca-pembacanya akan lingkungan di mana fungsionalisme aliran Parson
berkembang. Walaupun kala itu adalah merupakan masa kegoncangan ekonomi
di dalam maupun di luar negeri sebagai akibat dari depresi besar. Teori
fungsionalisme Parsons mengungkapkan suatu keyakinan akan perubahan dan
kelangsungan sistem. Pada saat depresi kala itu, teorinya merupakan
teori sosial yang optimistis. Akan tetapi agaknya optimisme Parson itu
dipengaruhi oleh keberhasilan Amerika dalam Perang Dunia II dan
kembalinya masa kemewahan setelah depresi yang parah itu. Bagi mereka
yang hidup dalam sistem yang kelihatannya galau dan kemudian diikuti
oleh pergantian dan perkembangan lebih lanjut maka optimisme teori
Parsons dianggap benar. Sebagaimana yang dinyatakan oleh Gouldner (1970:
142): ”untuk melihat masyarakat sebagai sebuah firma, yang dengan jelas
memiliki batas-batas srukturalnya, seperti yang dilakukan oleh teori
baru Parsons, adalah tidak bertentangan dengan pengalaman kolektif,
dengan realitas personal kehidupan sehari-hari yang sama-sama kita
miliki”.
Walaupun fungsionalisme struktural memiliki banyak pemuka
yang tidak selalu harus merupakan ahli-ahli pemikir teori, akan tetapi
paham ini benar-benar berpendapat bahwa sosiologi adalah merupakan suatu
studi tentang struktur-struktur sosial sebagai unit-unit yang terbentuk
atas bagian-bagian yang saling tergantung. Coser dan Rosenberg (1976:
490) melihat bahwa kaum fungsionalisme struktural berbeda satu sama lain
di dalam mendefinisikan konsep-konsep sosiologi mereka. Sekalipun
demikian adalah mungkin untuk memperoleh suatu batasan dari dua konsep
kunci berdasarkan atas kebiasaan sosiologis standar. Struktur menunjuk
pada seperangkat unit-unit sosial yang relatif stabil dan berpola”, atau
”suatu sistem dengan pola-pola yang relatif abadi”.
Selama beberapa
dasawarsa, fungsionalisme struktural telah berkuasa sebagai suatu
paradigma atau model teoritis yang dominan di dalam sosiologi
kontemporer Amerika. Di tahun 1959 Kingsley Davis di dalam pidato
kepemimpinannya di hadapan anggota ”American Sociological Association”,
bahkan melangkah lebih jauh dengan menyatakan bahwa fungsionalisme
struktural sudah tidak dapat lagi dipisahkan dari sosiologi itu sendiri.
Tetapi dalam sepuluh tahun terakhir ini teori fungsionalisme struktural
itu semakin banyak mendapat serangan sehingga memaksa para pendukungnya
untuk mempertimbangkan kembali pernyataan mereka tentang potensi teori
tersebut sebagai teori pemersatu dalam sosiologi.
Teori antropologis
Antropologi adalah salah satu cabang ilmu sosial yang mempelajari
tentang budaya masyarakat suatu etnis tertentu. Antropologi lahir
atau muncul berawal dari ketertarikan orang-orang eropa yang melihat
ciri-ciri fisik, adat istiadat, budaya yang berbeda dari apa yang
dikenal di Eropa.
Antropologi lebih memusatkan pada penduduk yang merupakan masyarakat
tunggal, tunggal dalam arti kesatuan masyarakat yang tinggal daerah yang
sama, antropologi mirip seperti sosiologi tetapi pada sosiologi lebih menitik beratkan pada masyarakat dan kehidupan sosialnya.
Antropologi berasal dari kata Yunani άνθρωπος (baca: anthropos) yang berarti "manusia" atau "orang", dan logos
yang berarti "wacana" (dalam pengertian "bernalar", "berakal").
Antropologi mempelajari manusia sebagai makhluk biologis sekaligus
makhluk sosial.
Antropologi memiliki dua sisi holistik dimana meneliti manusia pada
tiap waktu dan tiap dimensi kemanusiaannya. Arus utama inilah yang
secara tradisional memisahkan Antropologi dari disiplin ilmu kemanusiaan
lainnya yang menekankan pada perbandingan/perbedaan budaya antar
manusia. Walaupun begitu sisi ini banyak diperdebatkan dan menjadi
kontroversi sehingga metode Antropologi sekarang seringkali dilakukan
pada pemusatan penelitian pada penduduk yang merupakan masyarakat
tunggal.
sumber : http://id.wikipedia.org/wiki
Tidak ada komentar:
Posting Komentar